Author: PT JIM
Tenaga Terampil Indonesia Jadi Harapan Baru di Industri Kyushu
Fukuoka Finansial Group Inc. (FFG), akan berkolaborasi dengan World Holdings Co., Ltd (World HD) mendirikan bisnis dengan memperkenalkan pekerja Indonesia ke bisnis berskala kecil dan menengah (SMEs).
Pada tanggal 15 Oktober 2025, dengan menggabungkan “customer network” milik FFG dan “keahlian dalam mengelola tenaga kerja di bidang” manufaktur milik World HD, kedua perusahaan tersebut berkolaborasi dan FFG menandatangani kontrak persetujuan dengan beberapa yayasan pengelola sekolah di Indonesia dan beberapa entitas lainnya. Kontrak tersebut bertujuan untuk memperkenalkan skill kelistrikan dan bahasa Jepang untuk bekerja di perusahaan manufaktur di Kyushu. FFG memperkirakan akan merekrut sekitar 200 hingga 300 pekerja pertahunnya, terutama di industri semikonduktor.
Persetujuan ini ditandatangani oleh lima organisasi, termasuk Yayasan Mitra Industri Mandiri, yang mana mengelola SMK di Indonesia. FFG akan mengumpulkan orang yang dibutuhkan dari perusahaan mitra di Kyushu dan menyalurkan mereka ke perusahaan sebagai kandidat yang akan diseleksi. World HD akan mengkoordinasi seluruh proses tersebut.
Kerja sama ini bertujuan untuk memperluas penanaman modah perusahaan semikonduktor dan mendorong pertumbuhan perekonomian di Kyushu. Sedangkan, di Indonesia sendiri sedang mengalami permasalahan kurangnya lapangan kerja tang tersedia, sehingga banyak warga Indonesia yang ingin mendapatkan keahlian kerja di Jepang.
source: Perusahaan di Kyushu Ingin Tarik Pekerja Indonesia | NHK WORLD-JAPAN News
https://prtimes.jp/main/html/rd/p/000000360.000029076.html
https://news.yahoo.co.jp/articles/5c02d600d675e2811b5dca32d34881c7ef3ed5bc
Festival Persahabatan Indonesia-Jepang di Yoyogi Park Sukses Diselenggarakan
Festival Persahabatan Indonesia-Jepang (IJFF) 2025 yang diselenggarakan di Yoyogi Park, Tokyo, pada 18 Oktober hingga 19 Oktober 2025 oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia Tokyo sukses menarik puluhan ribu pengunjung warga Indonesia dan Jepang.
Festival ini juga dimeriahkan oleh berbagai macam pertunjukkan kesenian dari Indonesia, mulai dari tarian tradisional, seperti Reog, hingga Raspati dan Pia ex Utopia. Di awal, Raspati membuka festival dengan Indonesia Pusaka, yang mengundang puluhan ribu pengunjung yang memadati arena ikut menyanyi. Dilanjutkan menyanyikan enam lagu, yaitu Manusia Paling Indah yang bernuansa pop manis karya Raspati dan beberapa lagu dari musisi Indonesia seperti Separuh Nafas (cover Dewa); Ojo Dibandingke (Cover Farel Prayoga); dan lagu Sayang (Cover Via Vallen) dibawakan secara oleh Raspati.
Selain pertunjukan kesenian, festival ini juga menyediakan berbagai macam stan makanan khas Indonesia yang memanjakan warga Indonesia yang sudah lama tinggal di Indonesia yang rindu masakan kampung halaman.
KBRI Tokyo sendiri juga membuka stan untuk melayani konsultasi dan sosialisasi QRIS Cross-Border. Selain itu, di stan ini pengunjung juga bisa berfoto dengan replika Komodo yang merupakan bagian dari promosi wisata super prioritas. KBRI Tokyo juga menggelar survey untuk mengukur persepsi warga Jepang terhadap Indonesia, dengan membagikan suvenir (omiyage) khas Indonesia bagi pengunjung.
source: https://rri.co.id/en/international/1910751/indonesia-japan-friendship-festival-2025-celebrates-cultural-unity
Momiji Tempura, Camilan Unik Musim Gugur
Di Jepang, tepatnya di Kota Minoh, Perfektur Osaka, memiliki cemilan khas yang unik, yaitu Momiji Tempura. Cemilan ini terbuat dari daun momiji daun momiji Ichigyou yang berwarna kuning, yang diasinkan terlebih dahulu sebelum dicelupkan ke adonan tepung dan dimasak dengan metode deep-frying.
Ada yang mengatakan bahwa cemilan ini sudah ada sekitar 1.300 tahun yang lalu, dimana biksu En no Gyoja sedang berlatih gunung Minoh saat musim gugur. Saat itu, biksu En no Gyoja terpukau dengan keindahan daun momiji hingga memutuskan untuk menggorengnya dengan minya dari lampu dan menawarkannya kepada para pengunjung. Ada pula yang mengatakan bahwa daun momiji yang jatuh di sekitar kuil, digoreng dan diberikan kepada Shoden, dewa tertinggi di Kuil Saikoji. Saat ini, Momiji Tempura merupakan cemilan khas dari kota Minoh.
Cemilan ini terbuat khusus dari daun momiji Ichigyou yang berwarna kuning. Alasannya adalah karena karena daun momiji dengan jenis itu tipis dan memiliki lekukan yang tidak dalam di tepinya. Setelah memetik dan mengumpulkan daun momiji, daun ini dicuci dan diasinkan selama setahun untuk menghilangkan rasa pahit dari daunnya. Kemudian, daun dicuci lagi untuk menghilangkan garam yang menempel pada daunnya. Saat sudah bersih, batang dari daun momiji dipotong dengan rapi. Setelah tahapan it selesai, daun tersebut dicelupkan ke dalam adonan yang terbuat dari tepung, gula dan biji wijen putih yang dilarutkan dalam air. Setelah semua siap, daun momiji digoreng dengan teknik deep-frying dengan minyak lobak.
Meski proses memasaknya begitu rumit, daun momiji berhasil menjadi cemilan khas Kota Minoh, Prefektur Osaka, yang terkenal di Jepang hingga di kancah Internasional!
Osaka Expo Berakhir Setelah 6 Bulan
Setelah berlangsung selama 6 bulan dan berhasil menarik 25 juta pengunjung, World's Expo di Osaka, yang mempertunjukkan teknologi canggih dan berbagai macam budaya, resmi berakhir pada hari Senin. Meskipun menghadapi sejumlah tantangan operasional, para penyelenggara menyebut acara ini sukses besar. Acara berlangsung di Pulau buatan Yumeshima dengan partisipasi dari 158 negara dan wilayah.
Mengusung tema “Designing Future Society for Our Lives”, Expo ini ditujukan sebagai ajang kolaboratif untuk merancang masa depan yang lebih baik bagi umat manusia. Dalam deklarasi penutupannya, expo disebut telah menegaskan kembali pentingnya eksposisi dunia sebagai "kebaikan publik global" yang mendorong pemahaman bersama, dialog lintas bangsa, dan perubahan positif. Perdana Menteri Jepang, Shigeru Ishiba, menyampaikan bahwa kesuksesan acara ini dicapai melalui persatuan dan solidaritas. Sementara itu, Pangeran Mahkota Fumihito menilai expo ini sebagai momentum penting untuk mencari solusi atas tantangan global secara kolektif.
Dari sisi pencapaian, Expo Osaka 2025 mencatatkan 25,29 juta kunjungan, melampaui total pengunjung Expo Aichi 2005 yang mencapai 22,05 juta, meski masih di bawah target ambisius sebesar 28,20 juta. Sebanyak 22,07 juta tiket terjual, dan penjualan merchandise resmi seperti boneka maskot Myaku-Myaku menyumbang pemasukan sekitar 80 miliar yen hingga akhir Agustus. Panitia memperkirakan akan mencatat surplus operasional hingga 28 miliar yen.
Namun, keberhasilan tersebut tidak terlepas dari sejumlah tantangan. Persiapan Expo sempat terkendala oleh lonjakan biaya pembangunan, keterlambatan penyelesaian paviliun, serta minimnya antusiasme publik di awal pembukaan. Sistem reservasi digital yang dirancang untuk menghindari antrean panjang pun tidak berjalan mulus, memicu keluhan dari pengunjung yang kesulitan mendapatkan akses masuk ke beberapa paviliun meskipun telah membeli tiket.
Pasca penutupan, proses pembongkaran dan pemulihan area Expo di pulau buatan Yumeshima akan dimulai pekan depan. Pemerintah berencana mengembalikan lahan tersebut ke kota Osaka pada Februari 2028. Meski demikian, sejumlah pihak menyuarakan kekhawatiran atas pembayaran yang belum diselesaikan kepada subkontraktor pembangunan paviliun internasional, yang dikhawatirkan dapat menghambat proses pembongkaran.
Salah satu warisan fisik dari Expo ini adalah struktur ikonik Grand Ring—atap kayu sepanjang dua kilometer yang mengelilingi area utama pameran. Sekitar 200 meter dari struktur ini akan dipertahankan sebagai monumen arsitektur, sementara sisanya dibongkar dan sebagian materialnya akan digunakan kembali. Grand Ring juga telah tercatat dalam Guinness World Records sebagai struktur kayu arsitektural terbesar di dunia.
source: https://japantoday.com/category/national/Osaka-Expo-wraps-up-6-month-run-after-drawing-over-25-million-visitors
Radioyaki, Awal Mula Takoyaki
Radioyaki: Cikal Bakal Takoyaki yang Hampir Terlupakan (Image by SoraNews24)
Sebelum takoyaki dikenal sebagai jajanan khas Jepang yang ikonik, ada satu makanan yang bisa disebut sebagai leluhurnya: radioyaki. Makanan ini pertama kali muncul di Osaka sekitar tahun 1935, pada masa di mana radio sedang menjadi simbol kemajuan teknologi dan modernitas di Jepang. Nama “radioyaki” sendiri berasal dari gabungan kata “radio” dan “yaki” (panggang), merujuk pada keunikan makanan ini yang disiapkan dengan cara dipanggang dalam cetakan berbentuk setengah bola – metode yang kelak juga digunakan dalam pembuatan takoyaki. Keberadaan radioyaki menjadi populer di kalangan masyarakat perkotaan karena bentuknya yang praktis, rasa yang mengenyangkan, dan harganya yang terjangkau.
Radioyaki, si pendahulu takoyaki, hadir dengan isian daging sapi dan konnyaku, tanpa saus, tapi kaya rasa dan hangatnya nostalgia (Image by SoraNews24)
Berbeda dengan takoyaki yang menggunakan potongan daging gurita sebagai isian utama, radioyaki biasanya diisi dengan gyusuji (urat daging sapi yang direbus hingga empuk), konnyaku, dan kadang-kadang tambahan seperti daun bawang. Adonannya pun dibuat dari campuran tepung terigu dan kaldu, namun tidak serumit adonan takoyaki masa kini yang sudah diperkaya rasa. Tidak ada saus takoyaki atau mayones sebagai pelengkap. Rasa radioyaki lebih sederhana dan gurih alami, tanpa topping yang dominan, menonjolkan rasa dari bahan dasarnya. Hal ini mencerminkan selera masyarakat Jepang pada masa itu yang lebih menyukai makanan hangat, bergizi, dan tidak terlalu mencolok.
Dari eksperimen sederhana, radioyaki berevolusi jadi takoyaki berisi gurita dan saus khas yang kini digemari di seluruh Jepang (Image by SoraNews24)
Transformasi dari radioyaki menjadi takoyaki dimulai ketika seorang penjual jalanan bernama Tomekichi Endo bereksperimen dengan resep radioyaki miliknya. Terinspirasi dari akashiyaki, hidangan dari kota Akashi yang menggunakan telur dan gurita sebagai bahan utama, Endo mencoba mengganti isian radioyaki dengan potongan gurita dan menambahkan saus manis di atasnya. Percobaan itu terbukti sukses besar, dan lahirlah takoyaki seperti yang kita kenal sekarang: bola-bola tepung berisi gurita, dimasak dengan cetakan khusus, dan disajikan dengan saus takoyaki, mayones, dan taburan aonori serta katsuobushi. Inovasi ini dengan cepat merebut perhatian publik dan menyebar ke seluruh Jepang.
Meski nyaris punah, radioyaki tetap jadi jejak berharga dalam sejarah kuliner Jepang sebagai cikal bakal takoyaki yang mendunia (Image by SoraNews24)
Seiring popularitas takoyaki yang terus meroket, radioyaki mulai tenggelam dan hanya dapat ditemukan di sedikit tempat, bahkan di Osaka sekalipun. Saat ini, radioyaki nyaris punah dan hanya dikenal oleh sebagian kecil penggemar kuliner nostalgia atau peneliti sejarah makanan Jepang. Meski begitu, radioyaki tetap memiliki tempat penting dalam sejarah kuliner Jepang. Ia adalah contoh bagaimana inovasi dan penyesuaian terhadap selera pasar bisa menciptakan sesuatu yang benar-benar baru, sekaligus pengingat bahwa di balik makanan populer, selalu ada warisan dan cerita yang mendahuluinya.
Naga Bersinar Hiasi Toshogu Tokyo
Iluminasi Musim Gugur di Kuil Ueno Toshogu (Image by SoraNews24)
Iluminasi Musim Gugur di Kuil Ueno Toshogu: Ketika Mimpi Menjadi Nyata Musim gugur ini, Taman Ueno di Tokyo akan bersinar dalam cahaya yang memukau melalui sebuah acara iluminasi malam yang digelar di Kuil Ueno Toshogu. Meski taman ini biasanya dikenal sebagai tempat terbaik untuk menikmati bunga sakura saat musim semi, pesona dedaunan musim gugur yang berubah warna tak kalah menawan. Acara spesial bertajuk "Malam Cahaya Saat Mimpi Menjadi Kenyataan" ini akan berlangsung mulai 25 Oktober hingga 9 November, setiap malam dari pukul 17.00 hingga 19.00, menyulap area kuil menjadi ruang magis penuh warna dan cahaya.
Kuil Ueno Toshogu yang berdiri sejak tahun 1627 berbalut sentuhan cahaya lembut nan menawan (Image by SoraNews24)
Jalan setapak berwarna-warni menuju aula utama (Image by SoraNews24)
Pohon suci goshinboku dan taman batu di halaman akan diterangi oleh cahaya kuning lembutnya sendiri (Image by SoraNews24)
Kuil Ueno Toshogu yang berdiri sejak tahun 1627 merupakan salah satu situs bersejarah penting di Tokyo, dengan banyak bangunan dari era Edo yang kini ditetapkan sebagai Properti Budaya Penting oleh pemerintah Jepang. Untuk memperkuat keindahan arsitektur bersejarah tersebut, desainer pencahayaan kelas dunia asal Jepang, Motoko Ishii, telah merancang sistem iluminasi khusus yang menonjolkan warna keemasan bangunan dengan sentuhan cahaya lembut. Selama acara, pengunjung dapat menikmati detail rumit ukiran kuil, jalan setapak berwarna-warni menuju aula utama, pohon suci goshinboku, dan taman batunya yang semuanya diterangi dengan cahaya dramatis namun menenangkan.
Jimat (Omamori) bertemakan mimpi spesial seharga 800 yen (Image by SoraNews24)
Sesuai dengan tema mimpi, acara ini juga menghadirkan berbagai elemen simbolik seperti omamori (jimat) spesial seharga 800 yen. Desain jimat tersebut menggambarkan langit malam berbintang dengan bintang jatuh dan dua naga yang dipercaya terbang dari ukiran gerbang karamon setiap malam. Kisah legenda lokal ini menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung. Selain itu, tersedia pula segel kuil goshuin edisi terbatas seharga 1.300 yen, dicetak di atas kertas hijau tua dengan motif emas yang menampilkan pemandangan dedaunan musim gugur di bawah bulan purnama serta salah satu naga ikonik Toshogu.
Lentera yang dapat "Disewa" menciptakan pengalaman unik saat berjalan di area kuil (Image by SoraNews24)
Bagi pengunjung yang ingin merasakan pengalaman lebih mendalam, lentera-lentera khusus dapat disewa secara gratis (selama persediaan masih ada). Menariknya, lentera ini memproyeksikan lambang keluarga Tokugawa ke tanah, menciptakan pengalaman unik saat berjalan di area kuil. Harga tiket masuk untuk acara iluminasi ini adalah 700 yen untuk dewasa dan 300 yen untuk anak-anak usia sekolah dasar, sementara anak-anak di bawah usia tersebut dapat masuk gratis. Dengan pencahayaan yang memesona dan nuansa historis yang kental, acara ini menjadi salah satu pilihan terbaik untuk menikmati musim gugur di Tokyo.
Sensasi Es Krim Dashi Jepang
Es Krim Rasa Dashi: Kombinasi Tak Terduga dari Jepang (Image by SoraNews24)
Kombinasi es krim dan kaldu dashi mungkin terdengar seperti lelucon kuliner, namun itulah yang benar-benar ditemukan oleh reporter kami, Udonko, saat mengunjungi Prefektur Niigata, Jepang. Saat berbelanja di pusat perbelanjaan CoCoLo yang terhubung dengan Stasiun Niigata, ia mampir ke On the Umami, toko khusus dashi yang terkenal dengan produk kaldu kombu dan katsuobushi-nya. Alih-alih hanya membeli persediaan kaldu seperti biasanya, pandangannya tertuju pada poster yang mempromosikan Dashi Soft Serve Ice Cream, es krim lembut yang benar-benar mengandung dashi. Dengan harga 400 yen, rasa penasaran mendorongnya untuk mencoba sajian unik tersebut.
Kombinasi tiga jenis kaldu kombu, dicampur dengan susu sapi Guernsey (Image by SoraNews24)
Dashi, yang biasanya digunakan sebagai dasar sup miso, kaldu mi, atau hidangan nasi seperti oyakodon dan gyudon, tentu bukan bahan yang diasosiasikan dengan makanan penutup. Tapi Dashi Soft Serve ini menawarkan sesuatu yang berbeda: kombinasi tiga jenis kaldu kombu, dicampur dengan susu sapi Guernsey, jenis susu langka yang hanya diproduksi oleh sekitar 300 ekor sapi di Jepang. Secara visual, es krim ini terlihat seperti es krim vanila biasa, putih cerah dan mengundang, tanpa petunjuk bahwa rasa gurih tersembunyi di balik tampilannya yang manis.
Perpaduan unik tanpa merusak rasa (Image by SoraNews24)
Gigitan pertama mengungkap rasa susu yang sangat lembut dan bersih, ciri khas susu Guernsey. Kejutan datang bukan dari rasa dashi yang langsung menyeruak, melainkan dari cara rasa asin halus perlahan muncul seiring es krim mulai mencair. Dashi tidak hadir sebagai rasa utama, melainkan latar yang memperkuat manisnya krim. Menurut Udonko, On the Umami tampaknya menyadari bahwa dominasi rasa kaldu bisa mematikan kenikmatan es krim, sehingga dashi dihadirkan secara halus dan seimbang, cukup untuk memberi keunikan, namun tidak sampai merusak rasa dasar es krimnya.
Keberanian inovasi kuliner Jepang yang tak henti mengejutkan (Image by SoraNews)
Meskipun terdengar ganjil, pengalaman mencicipi es krim dashi ini ternyata menyenangkan. Rasanya tidak hanya bisa diterima, tapi juga memikat, bahkan memberi lapisan rasa yang tidak biasa dalam hidangan penutup. Eksperimen rasa seperti ini menunjukkan keberanian inovasi kuliner Jepang yang tak henti mengejutkan, dan Dashi Soft Serve adalah bukti bahwa perpaduan antara manis dan gurih, meskipun tak lazim tetapibisa menghasilkan sesuatu yang benar-benar memuaskan.
Panduan Hiburan Malam Di Shibuya
Shibuya Tawarkan Panduan Hiburan Malam untuk Wisatawan Asing (Image by JapanToday)
Distrik Shibuya di Tokyo terus berupaya menata citranya sebagai kawasan hiburan malam yang aman dan tertib. Menjelang Halloween, pemerintah setempat kembali mengeluarkan peringatan kepada siapa pun yang berniat berpesta secara liar di jalanan. Hal ini merupakan bagian dari inisiatif untuk menghindari kekacauan seperti yang kerap terjadi di akhir Oktober. Meskipun ingin menjaga ketertiban, Shibuya tetap ingin mempertahankan atmosfer kehidupan malamnya, terutama sebagai destinasi favorit wisatawan internasional.
Meja Informasi Dari Asosiasi Pariwisata Shibuya Bantu Turis Temukan Hiburan Malam Sesuai Preferensi Mereka (Image by JapanToday)
Untuk mendukung hal tersebut, Distrik Shibuya menghadirkan Panduan Kehidupan Malam Shibuya, sebuah meja informasi resmi yang dikelola oleh Asosiasi Pariwisata Shibuya. Meja ini bertujuan membantu wisatawan asing menemukan tempat hiburan malam seperti klub, bar, maupun restoran yang sesuai dengan preferensi mereka. Didukung oleh staf dwibahasa, pengunjung dapat memperoleh rekomendasi dalam bahasa Jepang atau Inggris mengenai acara, program khusus, dan tempat-tempat yang sedang populer. Peta malam dwibahasa juga tersedia, dengan kategori yang mencakup bar dengan koktail khas hingga restoran non-alkohol yang menyajikan hidangan peraih penghargaan.
Meja informasi ini pertama kali diperkenalkan pada Februari lalu, dan kini kembali beroperasi dalam rangka Festival Hiburan Malam Shibuya. Lokasinya berada di luar Gedung Shibuya Prime, terhubung langsung dengan pintu keluar A0 Stasiun Shibuya, dan buka setiap hari pukul 18.00 hingga 22.00 hingga 13 Oktober. Melalui inisiatif ini, Shibuya berharap dapat menjaga reputasinya sebagai pusat hiburan malam yang menarik tanpa mengorbankan ketertiban umum. Proyek seperti ini menjadi contoh bagaimana kota besar dapat menyeimbangkan keseruan malam hari dengan kenyamanan lingkungan sekitarnya.
Ishiba Raih Penghargaan Kacamata
Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba Raih Penghargaan Kacamata Terbaik (Image by SoraNews24)
Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba Raih Penghargaan Kacamata Terbaik
Perdana Menteri Jepang, Shigeru Ishiba, yang dikabarkan akan segera pensiun dari dunia politik, baru-baru ini menerima Japan Best Dressed Eyes Award dalam kategori politik. Penghargaan ini diberikan kepada figur publik yang dinilai tampil paling gaya dengan kacamata, seiring meningkatnya tren penghargaan sejenis di Jepang, seperti "Best Jeans Award" untuk busana denim. Ishiba menghadiri upacara penghargaan di Ariake, Tokyo, bersama sejumlah tokoh ternama seperti aktris Fumino Kimura, ekonom Yusuke Narita, dan VTuber Hayato Kagami. Dalam pidato penerimaannya, Ishiba menyatakan bahwa penghargaan ini sangat tidak terduga dan menambahkan, “Terkadang hal-hal baik memang terjadi dalam hidup.”
Ishiba bangun citra serius lewat kacamata (Image by SoraNews24)
Penampilan Ishiba dalam berbagai model kacamata, termasuk kacamata hitam yang mencuri perhatian, menjadi sorotan publik. Ia mengakui bahwa pemilihan kacamata merupakan bagian dari citra yang ia bangun, untuk menampilkan kesan yang lebih lembut namun tetap serius. Meski dikenal sebagai politisi yang tidak terlalu mencolok, kehadirannya di acara tersebut menuai komentar yang membandingkan penampilannya dengan karakter Hancho dari manga terkenal Kaiji. Para penonton terkejut melihat sisi santai Ishiba, yang biasanya dikenal dengan gaya formal dan cenderung kaku.
Meski menuai Pro dan Kontra, Ishiba merupakan politisi unik dengan gayanya yang khas (Image by SoraNews24)
Di tengah masa kepemimpinannya yang dinilai kurang konsisten, terutama terkait penanganan inflasi dan kenaikan harga beras, Ishiba justru mendapat pujian atas kemampuannya meredam ancaman tarif dari pemerintahan Donald Trump. Meski sejumlah kebijakan ekonominya menuai kritik, pandangannya yang cerdas mengenai isu-isu konstitusional, seperti pengiriman militer untuk menghadapi ancaman fiktif seperti Godzilla, menunjukkan sisi pemikiran yang unik. Setelah pensiun, bukan tidak mungkin Ishiba akan menjajal karier baru sebagai komentator kacamata di media atau bahkan terlibat dalam dunia hiburan, siapa tahu, jika ada adaptasi live-action Kaiji berikutnya, mungkin kita akan melihatnya di layar kaca.