Sastra Korea di Sudut Tokyo

image

Chekccori: Jembatan Sastra Korea di Jantung Tokyo. (Image by Google Maps)

Di jalan sunyi kawasan Jimbocho, Tokyo yang dikenal sebagai surga toko buku bekas terdapat satu toko yang menonjol karena misinya melintasi batas budaya: Chekccori. Didirikan pada tahun 2015 oleh penerbit asal Korea Selatan, Kim Seung Bok, toko ini menjadi rumah bagi sekitar 4.000 buku sastra Korea, baik dalam terjemahan bahasa Jepang maupun versi aslinya. Nama Chekccori, yang berarti “perayaan setelah menyelesaikan sebuah buku”, mencerminkan semangat toko ini untuk menjadikan membaca sebagai pengalaman lintas bahasa dan budaya.

Kim memulai perjalanannya di Jepang pada awal 1990-an untuk mempelajari kritik sastra setelah menekuni penulisan kreatif di Seoul. Melalui penerbitannya, Cuon Inc., yang berdiri sejak 2007, Kim ingin memperkenalkan karya sastra Korea kepada pembaca Jepang, di masa ketika kategori “Sastra Korea” nyaris belum ada di toko buku. Karya debut Cuon, The Vegetarian karya Han Kang, menjadi tonggak penting setelah memenangkan International Booker Prize 2016 dan membuka mata pembaca Jepang terhadap kekuatan sastra Korea yang berani dan reflektif.

image

Chekccori menjadi ruang pertemuan budaya, tempat pembaca Jepang menemukan pesona sastra dan puisi Korea melampaui batas bahasa. (Image by Google Maps)

Selama satu dekade terakhir, minat terhadap sastra Korea di Jepang meningkat pesat. Kim memperkirakan kini terdapat 300–400 judul buku Korea Selatan yang diterbitkan setiap tahun di Jepang—lonjakan besar dibandingkan hanya sekitar 20 judul pada 2010. Fenomena ini turut dipicu oleh kesuksesan novel Kim Ji Young, Born 1982 karya Cho Nam Joo, yang menggugah pembaca Jepang melalui kisahnya tentang ketidaksetaraan gender dan dinamika patriarki. Media sosial dan gerakan global seperti #MeToo juga berperan besar dalam menyebarkan gagasan feminis dan memperluas jangkauan karya-karya penulis Korea.

Chekccori bukan hanya toko buku, melainkan juga ruang pertemuan budaya. Di antara pengunjungnya ada anak muda yang mengenal sastra Korea lewat kecintaan pada K-pop, hingga pembaca paruh baya yang terinspirasi oleh karya-karya Han Kang—terutama setelah penulis itu memenangkan Hadiah Nobel Sastra 2024. Toko ini kerap menggelar acara sastra, seperti pembacaan puisi dan diskusi bersama penulis, termasuk program residensi bagi penyair Korea seperti Shin Mina. Semakin banyak pembaca Jepang, seperti Yukinori Ebihara, menemukan keindahan puisi Korea bahkan tanpa memahami seluruh maknanya, melainkan melalui resonansi emosionalnya.

image

Chekccori kini tidak hanya fokus pada Pertumbuhan tetapi juga mulai melangkah menuju Keberlanjutan. (Image by Google Maps)

Kini, setelah pulih dari penyakit kanker, Kim mengalihkan fokus dari pertumbuhan menuju keberlanjutan. Ia ingin memastikan Chekccori tetap menjadi jembatan antara dua budaya, tempat di mana pembaca menemukan makna baru dalam karya-karya yang menantang sekaligus memikat. “Yang ingin saya lakukan adalah kembali ke dasar,” ujarnya. “Memilih buku yang bagus, menciptakannya dengan cermat, dan menyampaikannya kepada pembaca dengan cara yang tepat.”