Industri otomotif global dihebohkan dengan kabar bahwa dua raksasa otomotif Jepang, Nissan Motor dan Honda Motor, tengah menjajaki rencana penggabungan besar-besaran. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan daya saing kedua perusahaan dalam era kendaraan listrik dan teknologi swakemudi yang semakin kompetitif.
Menurut laporan Nikkei, kedua perusahaan akan segera menandatangani nota kesepahaman sebagai langkah awal untuk memulai pembahasan integrasi manajemen. Kesepakatan dasar ini ditargetkan tercapai pada 23 Desember, dengan rencana akhir penggabungan di bawah perusahaan induk pada Juni 2025.
Merger ini bertujuan untuk merampingkan operasional dan mempercepat pengembangan teknologi kendaraan listrik. Honda dilaporkan akan memimpin dalam pengelolaan perusahaan hasil merger, dengan mayoritas jajaran direktur berasal dari kandidat internal dan eksternal perusahaan tersebut.
Jika merger ini terwujud, kolaborasi antara Nissan, Honda, dan Mitsubishi Motors—yang juga berpotensi dilibatkan dalam kesepakatan—akan menciptakan grup otomotif terbesar ketiga di dunia. Dengan total penjualan tahunan sekitar 8 juta unit, grup ini akan berada di belakang Toyota Motor dan Volkswagen.
Namun, langkah ini tidak lepas dari tantangan. Para analis memperingatkan kemungkinan pengawasan ketat dari pemerintah Jepang terkait potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) dan dampaknya pada aliansi Nissan dengan Renault.
Dalam menghadapi dominasi Tesla dan BYD dari China, merger ini dipandang sebagai strategi krusial. “Merger ini adalah langkah penting untuk menyatukan aset mereka, menghemat biaya, dan menciptakan teknologi masa depan,” ujar Peter Wells, profesor bisnis dan keberlanjutan dari Cardiff Business School.
Namun, spekulasi tetap ada. Editor Eksekutif Mergermarket, Lucinda Guthrie, mempertanyakan apakah ini akan menjadi merger penuh atau sekadar kemitraan strategis, mengingat riwayat pendekatan Foxconn kepada Nissan.
Laporan merger ini langsung berdampak pada pasar saham. Saham Nissan melonjak hingga 24% pada perdagangan terakhir, mencatatkan hari terbaik dalam 40 tahun terakhir. Sebaliknya, saham Honda di New York mengalami penurunan sebesar 3%.
Arifumi Yoshida dari Citi mencatat bahwa meskipun merger ini diperkirakan positif bagi Nissan dan Mitsubishi, dampaknya terhadap Honda masih menjadi perdebatan. “Keputusan ini mencerminkan transformasi besar industri otomotif di tengah persaingan global yang semakin ketat,” ungkap Yoshida.
Merger ini menjadi bukti bahwa kolaborasi lintas perusahaan besar menjadi kebutuhan untuk bertahan di era kendaraan listrik. Langkah ini diharapkan tidak hanya mengubah lanskap industri otomotif Jepang tetapi juga memengaruhi dinamika pasar global.