Gigi bisa tumbuh lagi! Para ahli di Jepang memprediksi terobosan besar dalam dunia kedokteran gigi: teknologi yang memungkinkan gigi yang hilang tumbuh kembali, tanpa perlu menggunakan gigi palsu atau implan. Inovasi ini didasarkan pada pengembangan obat eksperimental yang saat ini tengah diuji secara klinis. Seperti yang dijelaskan oleh Katsu Takahashi, Kepala Bedah Mulut di Rumah Sakit Kitano Medical Research Institute di Osaka, manusia sebenarnya memiliki tunas gigi generasi ketiga yang tersembunyi di bawah gusi. “Ini adalah teknologi yang benar-benar baru bagi dunia,” ungkap Takahashi.
Tim Takahashi telah memulai uji klinis di Rumah Sakit Universitas Kyoto sejak Oktober lalu, menggunakan obat ini pada subjek dewasa. Uji coba sebelumnya pada tikus dan musang menunjukkan bahwa pemblokiran protein USAG-1 dapat merangsang pertumbuhan gigi baru. Penelitian ini memiliki potensi besar untuk menggantikan metode prostetik seperti gigi palsu dan implan yang selama ini dianggap mahal dan invasif. “Mengembalikan gigi asli pasti memiliki kelebihannya,” tambah Takahashi.
Saat ini, prioritas utama adalah membantu pasien dengan kelainan genetik yang menyebabkan kehilangan banyak gigi permanen sejak lahir. Kondisi ini, yang memengaruhi sekitar 0,1 persen populasi, sering kali menimbulkan dampak psikologis yang serius, terutama di kalangan remaja. Jika hasil uji klinis ini berhasil, obat tersebut diperkirakan akan tersedia untuk digunakan pada anak-anak pada tahun 2030. “Obat ini dapat menjadi solusi yang sangat dibutuhkan,” ujar Takahashi.
Dukungan terhadap penelitian ini juga datang dari komunitas ilmiah internasional. Profesor Angray Kang dari Universitas Queen Mary London menyebut tim Takahashi sebagai yang terdepan dalam pengembangan teknologi regenerasi gigi. Namun, tantangan masih ada, terutama terkait kemampuan gigi baru untuk berfungsi dan terlihat seperti gigi asli. Jika berhasil, teknologi ini akan menjadi tonggak sejarah dalam dunia kedokteran gigi dan memberikan manfaat besar, terutama bagi populasi lansia Jepang.
“Harapannya, teknologi ini dapat memperpanjang harapan hidup sehat masyarakat, memberikan senyum baru bagi mereka yang kehilangan kepercayaan diri, dan menjadi harapan bagi generasi mendatang untuk hidup lebih baik,” tutup Takahashi penuh optimisme.
Category: Info Seputar Jepang
Jepang-India Kembangkan Satelit Laser
Perusahaan rintisan luar angkasa dari Jepang dan India, Orbital Lasers dan InspeCity, telah sepakat untuk bekerja sama dalam mempelajari penggunaan satelit yang dilengkapi laser untuk mengatasi masalah sampah ruang angkasa. Kedua perusahaan tersebut berencana mengembangkan sistem inovatif yang dapat menghilangkan serpihan satelit dan sampah antariksa dengan menggunakan energi laser untuk menguapkan bagian permukaan serpihan. Pendekatan ini diharapkan dapat membantu mengurangi kemacetan di orbit dan memudahkan satelit servis untuk bertemu dengan objek yang terperangkap di orbit rendah Bumi.
Orbital Lasers, yang berkantor pusat di Tokyo, adalah perusahaan yang baru dibentuk oleh SKY Perfect JSAT, perusahaan satelit Jepang. Mereka sedang mengembangkan sistem laser untuk menghentikan rotasi sampah ruang angkasa dengan cara menguapkan permukaan serpihan tersebut. Ini bertujuan untuk mempermudah proses deorbiting atau penurunan orbit objek-objek luar angkasa yang tidak lagi berfungsi. Dengan teknologi ini, sampah ruang angkasa bisa dipindahkan atau dihancurkan, mengurangi risiko tabrakan dengan satelit aktif atau pesawat ruang angkasa lainnya.
InspeCity, perusahaan robotika asal India yang didirikan pada 2022, juga ikut terlibat dalam proyek ini dengan menjajaki peluang untuk menyediakan layanan luar angkasa seperti deorbiting satelit dan memperpanjang umur satelit yang masih berfungsi. Sistem yang dikembangkan oleh Orbital Lasers direncanakan untuk diuji coba di luar angkasa, dengan harapan dapat dipasok kepada operator satelit setelah tahun 2027. Teknologi ini dapat dipasang pada satelit milik InspeCity jika perusahaan memenuhi persyaratan regulasi di India dan Jepang, menurut Aditya Baraskar, pimpinan bisnis global Orbital Lasers.
Kerja sama antara Orbital Lasers dan InspeCity ini didorong oleh meningkatnya kebutuhan untuk mengelola sampah ruang angkasa, terutama seiring dengan pesatnya pertumbuhan jumlah satelit yang diluncurkan ke orbit Bumi. Panel Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menangani koordinasi lalu lintas ruang angkasa baru-baru ini mengingatkan bahwa tindakan segera diperlukan untuk melacak dan mengelola objek di orbit rendah Bumi, yang semakin padat akibat banyaknya konstelasi satelit yang diluncurkan oleh berbagai perusahaan. Tercatat lebih dari 100 perusahaan kini beroperasi di pasar layanan ruang angkasa, sebuah sektor yang semakin berkembang.
Proyek ini juga mencerminkan semakin eratnya hubungan antara Jepang dan India di sektor luar angkasa. Selain kerja sama dalam teknologi satelit, kedua negara juga bekerja bersama dalam misi Eksplorasi Kutub Bulan (LUPEX), yang direncanakan dapat diluncurkan pada 2026. Selain itu, perusahaan-perusahaan lain seperti Skyroot, pembuat roket asal India, dan ispace, perusahaan eksplorasi bulan asal Jepang, juga turut berkolaborasi dalam misi pengorbit bulan di masa depan. Kolaborasi ini semakin memperkuat kemitraan luar angkasa komersial kedua negara.
Masayasu Ishida, kepala eksekutif lembaga nirlaba SPACETIDE yang berbasis di Tokyo, menambahkan bahwa kemitraan ini didorong oleh saling melengkapi antara kemampuan teknologi Jepang dan pasar yang berkembang pesat di India. Sejak 2015, SPACETIDE telah menyelenggarakan konferensi bisnis ruang angkasa, yang mempertemukan berbagai pihak yang tertarik untuk mengembangkan solusi teknologi dan bisnis di luar angkasa. Kerja sama ini juga sejalan dengan kebijakan nasional India, seperti program Make in India, yang bertujuan untuk meningkatkan produksi lokal, termasuk di sektor luar angkasa.
Dengan kolaborasi yang semakin erat antara Jepang dan India, diharapkan kemajuan teknologi luar angkasa, termasuk solusi untuk mengatasi sampah ruang angkasa, dapat memberikan manfaat global. Inovasi seperti sistem laser ini tidak hanya akan membantu membersihkan orbit Bumi, tetapi juga membuka peluang baru untuk pengembangan layanan luar angkasa yang lebih aman dan berkelanjutan.
Jepang Targetkan Energi Terbarukan Jadi Sumber Utama pada 2040
Jepang berencana menjadikan energi terbarukan sebagai sumber utama energi pada tahun 2040, seiring dengan upayanya untuk mencapai netralitas karbon pada pertengahan abad. Rencana ini diumumkan oleh pemerintah pada hari Selasa dan bertujuan untuk mengurangi ketergantungan negara tersebut pada energi fosil, yang masih mendominasi bauran energi Jepang. Sebagai bagian dari strategi tersebut, Jepang menargetkan energi terbarukan, seperti tenaga surya dan angin, untuk menyumbang antara 40 hingga 50 persen dari total pembangkitan listrik pada tahun 2040, sebuah lonjakan signifikan dari 23 persen pada tahun lalu.
Salah satu alasan penting di balik peralihan ini adalah untuk memenuhi permintaan energi yang terus meningkat, terutama dari industri teknologi seperti pabrik kecerdasan buatan dan mikrochip. Meskipun ada peningkatan dalam penggunaan energi terbarukan, pemerintah Jepang juga menegaskan kembali komitmennya untuk mempertahankan tenaga nuklir sebagai bagian dari solusi energi. Setelah bencana Fukushima pada 2011, Jepang sempat menghentikan pembangkit nuklirnya, namun kini secara bertahap kembali menggunakannya untuk mendiversifikasi sumber daya energi. Nuklir diharapkan akan memenuhi sekitar 20 persen dari kebutuhan energi Jepang pada tahun 2040, lebih dari dua kali lipat dari kontribusi nuklir pada tahun 2023 yang hanya sebesar 8,5 persen.
Pada saat yang sama, Jepang berupaya untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, yang pada tahun 2023 masih menyumbang hampir 70 persen dari total pembangkitan listrik. Pemerintah menargetkan pengurangan angka tersebut menjadi 30 hingga 40 persen pada tahun 2040. Langkah ini diharapkan dapat membantu Jepang mengurangi ketergantungan pada impor energi, yang pada 2023 menelan biaya sekitar $500 juta per hari. Rencana ini juga bertujuan untuk memastikan pasokan energi yang stabil dan mendukung proses dekarbonisasi negara tersebut, yang merupakan bagian dari komitmennya untuk menjadi netral karbon pada tahun 2050.
Namun, peralihan energi ini tidak bebas tantangan. Meskipun pemerintah Jepang menargetkan peningkatan penggunaan energi terbarukan, para aktivis lingkungan merasa bahwa langkah tersebut tidak cukup ambisius. Mereka berpendapat bahwa Jepang perlu mempercepat transisi ke energi bersih dengan target yang lebih tinggi dan lebih cepat. Greenpeace, misalnya, mengkritik rencana pemerintah yang dianggapnya terlambat dan tidak mencerminkan urgensi perubahan iklim. Menurut Greenpeace, Jepang harus lebih berani dalam mengadopsi energi terbarukan, yang bisa mencapai 60 hingga 80 persen dari total pembangkitan listrik jika kebijakan yang mendukung diberlakukan.
Selain itu, Jepang juga menghadapi tantangan dari ketegangan geopolitik yang memengaruhi pasokan energi global, seperti perang Ukraina dan ketegangan di Timur Tengah. Faktor-faktor ini semakin mendesak Jepang untuk meningkatkan ketahanan energi nasionalnya dengan memperluas penggunaan energi terbarukan dan nuklir. Rencana baru ini juga mencerminkan keinginan Jepang untuk memastikan bahwa sumber daya energi yang dimiliki negara tersebut tidak bergantung pada satu jenis sumber saja, guna menjaga keberlanjutan dan stabilitas pasokan energi dalam jangka panjang.
Meskipun ada kritik terhadap lambatnya langkah Jepang dalam transisi energi, sejumlah ahli energi percaya bahwa dengan kebijakan yang lebih mendukung, Jepang bisa mencapai tujuan yang lebih ambisius. Skema energi yang lebih beragam dan penggunaan teknologi baru seperti hidrogen dan amonia juga dapat mendukung transformasi sistem tenaga listrik Jepang. Untuk mencapai tujuan dekarbonisasi penuh pada tahun 2035, Jepang perlu mempercepat pengembangan energi terbarukan dan lebih mengurangi ketergantungan pada energi fosil.
3 Resolusi Tahun Baru Jepang untuk Kesehatan 2025
Saat kita bersiap menyambut tahun 2025, banyak dari kita mencari cara baru untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan. Apa yang lebih menginspirasi daripada Jepang, negara yang terkenal dengan perhatian pada makanan berkualitas tinggi, kesadaran, dan umur panjang? Sebagai seorang ahli diet yang berbasis di Tokyo, saya telah menemukan banyak ide kesehatan yang dapat diterapkan dari budaya Jepang untuk meningkatkan kualitas hidup kita, di mana pun kita berada. Berikut adalah beberapa resolusi favorit saya yang terinspirasi dari Jepang, yang dapat membantu Anda membangun gaya hidup yang lebih sehat. Dari makanan kaya nutrisi hingga kearifan tradisional Jepang, resolusi ini akan membimbing Anda menuju tahun 2025 yang lebih sehat dan penuh energi.
1. Makan Seperti Biksu Buddha Jepang: Tambahkan Lebih Banyak Makanan Vegetarian ke Dalam Diet Anda
Shojin ryori adalah masakan tradisional Jepang yang berasal dari kuil Buddha, dengan fokus pada hidangan vegetarian berbahan dasar tumbuhan. Alih-alih menggunakan daging, ikan, atau bahan hewani lainnya, shojin ryori memilih bahan musiman dan alami yang dipersiapkan dengan cara sederhana untuk menonjolkan kualitas alaminya. Meskipun protein hewani penting dalam pola makan seimbang, menambahkan lebih banyak tumbuhan dan protein nabati memiliki banyak manfaat kesehatan. Penelitian dari National Library of Medicine menunjukkan bahwa pola makan nabati dapat membantu menurunkan berat badan, menurunkan tekanan darah, kolesterol, dan kadar gula darah. Selain itu, pola makan nabati juga mengurangi risiko penyakit jantung dan meningkatkan asupan serat yang penting untuk pencernaan. Untuk mulai mengadopsi gaya makan ini, Anda bisa mencoba mengganti daging dengan sumber protein nabati seperti tahu, edamame, kacang-kacangan, dan polong-polongan dalam hidangan favorit Anda. Jika Anda ingin mencoba masakan Jepang yang lebih autentik, Anda bisa mencari restoran shojin ryori di Jepang atau bahkan menginap di shukudo (penginapan kuil Buddha) untuk menikmati hidangan yang disiapkan oleh para biksu, sambil mempelajari lebih lanjut tentang agama Buddha melalui meditasi.
2. Cobalah Praktik Tradisional Jepang: Makan dengan Lebih Penuh Kesadaran
Makan berlebihan sering menjadi masalah, terutama di tengah kesibukan sehari-hari. Banyak orang kesulitan mengukur porsi makan dan seringkali makan lebih dari yang dibutuhkan tubuh. Salah satu cara untuk mengatasi masalah ini adalah dengan mengadopsi konsep hara hachi bu dari Jepang, yang artinya "makan sampai delapan puluh persen kenyang." Konsep ini mengajarkan kita untuk lebih memperhatikan sinyal tubuh tentang lapar dan kenyang, serta berhenti makan sebelum merasa benar-benar kenyang. Praktik ini sangat populer di Okinawa, di mana penduduknya dikenal memiliki harapan hidup yang panjang dan tingkat obesitas serta penyakit kronis yang rendah. Dengan makan lebih perlahan dan memperhatikan rasa kenyang, banyak orang yang merasa lebih puas dengan porsi makan mereka dan lebih mudah menghindari makan berlebihan. Untuk mempraktikkan hara hachi bu, Anda bisa mulai dengan menggunakan "skala lapar" untuk menilai rasa lapar sebelum makan, dan berhenti makan saat Anda merasa sekitar 80% kenyang.
3. Pelajari Teknik Memasak Jepang Baru: Hilangkan Kebosanan di Dapur
Memasak di rumah dengan bahan makanan utuh adalah langkah penting untuk meningkatkan kesehatan Anda. Namun, sering kali kebosanan di dapur membuat kita memilih untuk memesan makanan siap saji. Untuk mengatasi hal ini, coba tantang diri Anda untuk belajar teknik memasak baru yang terinspirasi dari Jepang. Mulailah dengan membuat temaki sushi (roti gulung) atau menyempurnakan resep nabe (hot pot). Banyak situs web, seperti Just One Cookbook, menawarkan resep dan tutorial memasak Jepang yang cocok untuk pemula. Bagi yang sudah mahir memasak, Anda bisa mengajarkan orang lain untuk memasak hidangan baru. Pengalaman mengajarkan orang lain, seperti anak-anak, tentang cara mengolah bahan mentah menjadi hidangan siap saji dapat memberi Anda motivasi baru dan membuat Anda lebih kreatif di dapur. Ini juga bisa menjadi cara untuk terhubung dengan orang lain sambil menikmati momen bersama.
Menerapkan resolusi sehat yang terinspirasi dari Jepang tidak hanya akan meningkatkan kesejahteraan fisik Anda, tetapi juga akan memberikan kesempatan untuk mengeksplorasi kreativitas dan memperdalam hubungan dengan tubuh serta budaya lain. Semoga Tahun Baru 2025 membawa kesehatan dan kebahagiaan yang lebih besar bagi Anda dan orang-orang terkasih!
Inovasi Kartu Suica Jepang
Pada tahun 2001, East Japan Railway Company (JR East) meluncurkan sistem pembayaran kartu prabayar Suica, yang memberikan kemudahan besar bagi penumpang kereta api di Jepang. Sebelumnya, penumpang harus membeli tiket, memasukannya ke dalam gerbang tiket mekanis, mengambilnya kembali saat keluar, dan memasukkannya lagi di gerbang tujuan akhir. Suica menghilangkan proses tersebut dengan memungkinkan penumpang cukup menempelkan kartu di sisi gerbang, secara otomatis menarik biaya yang diperlukan dari saldo prabayar mereka. Sistem ini menghemat waktu, mengurangi kerepotan dengan tiket kertas, dan memperlancar aliran penumpang melalui gerbang.
Gerbang tiket JR dengan panel sentuh untuk pembayaran Suica (lingkaran abu abu di sisi kanan).
Namun, JR East berencana untuk mengembangkan sistem Suica lebih jauh. Dalam presentasi pada 10 Desember, perusahaan ini mengungkapkan rencana mereka untuk beralih ke gerbang yang memungkinkan penumpang melintas tanpa harus mengetuk kartu atau memindai apapun. Gerbang tembus pandang ini diharapkan dapat beroperasi dalam sepuluh tahun ke depan, meskipun tidak ada jadwal pasti. Perusahaan tersebut juga berencana untuk mengintegrasikan data lokasi pengguna melalui sinyal GPS dari ponsel yang dilengkapi dengan aplikasi Suica. Dengan cara ini, sistem akan dapat menghitung biaya perjalanan berdasarkan lokasi naik dan turun penumpang tanpa perlu memindai kartu atau perangkat.
Salah satu fitur baru yang direncanakan adalah peningkatan batas saldo akun Suica. Saat ini, saldo maksimum yang dapat dimuat ke dalam akun Suica adalah 20.000 yen, namun JR East berencana untuk menghapus batas tersebut pada musim gugur tahun 2026. Hal ini akan memberikan lebih banyak fleksibilitas bagi pengguna, terutama bagi mereka yang melakukan perjalanan lebih panjang atau lebih sering. Dengan peningkatan ini, pengguna dapat memanfaatkan akun Suica mereka lebih maksimal tanpa khawatir tentang batasan saldo.
Selain itu, JR East juga merencanakan kemampuan untuk menggunakan aplikasi Suica untuk pembayaran di luar area jaringan Suica yang saat ini tersedia. Dijadwalkan untuk diperkenalkan pada tahun 2027, fitur ini akan memungkinkan penumpang untuk memindai layar aplikasi Suica mereka di stasiun yang berada di luar area yang biasanya didukung oleh sistem Suica. Dengan demikian, pengguna dapat tetap menggunakan Suica di lebih banyak wilayah, memperluas jangkauan layanan dan kenyamanan pengguna.
Fitur lain yang akan diperkenalkan adalah kemampuan untuk menghubungkan kartu kredit atau rekening bank ke akun Suica. Ini memungkinkan pengguna untuk membayar ongkos kereta api atau melakukan pembelian tanpa perlu terlebih dahulu mengisi ulang saldo akun Suica mereka. Meskipun saat ini sudah ada kartu kredit Suica yang ditentukan, sistem baru ini akan memungkinkan pengguna untuk menautkan kartu kredit yang awalnya tidak dirancang untuk tujuan khusus tersebut. Ini memberikan kenyamanan lebih bagi pengguna yang tidak ingin repot mengisi ulang saldo secara teratur.
Terakhir, JR East berencana untuk memungkinkan transfer dana Suica antar pengguna. Fitur ini memungkinkan penumpang untuk mentransfer saldo Suica mereka ke akun pengguna lain, memberikan fleksibilitas lebih dalam hal berbagi dana atau pembayaran. Dengan semua perubahan dan peningkatan yang direncanakan ini, sistem Suica di masa depan akan semakin mempermudah perjalanan dan pembayaran, serta memperluas penggunaannya di luar jaringan yang ada saat ini.
Daycare Gratis Upaya Tingkatkan Kelahiran
Tokyo berencana menggratiskan tempat penitipan anak bagi semua anak prasekolah mulai bulan September. Rencana ini diumumkan oleh Gubernur Tokyo, Yuriko Koike, sebagai bagian dari upaya untuk mengatasi masalah angka kelahiran yang rendah di Jepang. Kebijakan ini bertujuan mengurangi beban keuangan pada keluarga dengan memperluas akses penitipan anak gratis untuk anak pertama, selain untuk anak kedua dan seterusnya.
Langkah ini merupakan respons terhadap penurunan jumlah kelahiran di Jepang, di mana populasi telah menurun selama bertahun-tahun. Jepang tengah menghadapi krisis demografi yang semakin mendalam, dan Koike menegaskan bahwa "tidak ada waktu tersisa" untuk mengatasi masalah ini. Peringatan serupa juga disuarakan oleh Perdana Menteri dan pejabat lainnya tentang ancaman krisis yang akan berdampak jangka panjang.
Penurunan angka kelahiran di Jepang sangat memprihatinkan, mengingat negara ini memiliki populasi tertua kedua di dunia setelah Monako. Dengan ketatnya peraturan imigrasi di Jepang, negara ini juga menghadapi kekurangan tenaga kerja yang terus meningkat. Oleh karena itu, kebijakan ini bertujuan untuk membantu keluarga muda, sekaligus mengurangi hambatan ekonomi bagi orang tua yang bekerja.
Rencana penggratiskan penitipan anak ini menjadi kebijakan pertama di tingkat regional di Jepang, khususnya di Tokyo, yang merupakan salah satu kota terbesar di dunia dengan populasi sekitar 14 juta jiwa. Kebijakan penitipan anak umum saat ini sudah tersedia untuk orang tua yang bekerja, namun pemerintah nasional juga berencana memperluas akses ke semua rumah tangga di seluruh negeri.
Selain itu, Koike juga menyampaikan rencana untuk memperkenalkan opsi kerja empat hari seminggu bagi staf pemerintah di Tokyo. Langkah ini menjadi bagian dari dorongan nasional untuk mendorong peran orang tua dan mengatasi tantangan sosial yang dihadapi oleh keluarga di Jepang, seperti inflasi dan biaya hidup yang semakin tinggi.
Koike, yang telah menjabat sebagai Gubernur Tokyo sejak 2016, memenangkan masa jabatan ketiganya pada bulan Juli dengan janji untuk meningkatkan tunjangan kesejahteraan sosial. Dalam menghadapi berbagai tantangan yang dihadapi warga Tokyo, kebijakan ini menjadi bagian dari upayanya untuk merespons krisis demografi yang sedang berlangsung di Jepang.
Robot CUE : Inovasi Dunia Basket
Sejak awal mula umat manusia, manusia telah bekerja keras tanpa henti untuk memasukkan bola kulit atau karet berdiameter sekitar 30 sentimeter ke dalam keranjang yang tingginya sekitar 10 kaki di udara. Proses ini menjadi lebih menantang karena keranjang tersebut berlubang di bagian bawahnya, yang menyebabkan bola jatuh begitu saja dan harus dilempar ke dalam keranjang lagi.
Negara-negara di seluruh dunia telah mendedikasikan warga negara mereka yang terkuat untuk misi ini, dan AS sendiri telah menggelontorkan jutaan dolar untuk memasukkan bola-bola terkutuk itu ke keranjang yang telah ditentukan. Namun, tidak peduli seberapa banyak tenaga kerja dan sumber daya yang kita curahkan untuk mengatasi masalah ini, masalah ini terus menghantui kita.
Senjata baru dalam perang tanpa henti kita melawan basket dan bola telah muncul berkat produsen mobil Toyota. Tim teknisi mereka tanpa lelah bekerja pada robot yang secara fisik dan mental mampu bermain basket sebaik, jika tidak lebih baik dari, manusia mana pun. Tim terus menyempurnakan robot ini, yang mereka sebut CUE, dan telah berhasil membuatnya mampu menggiring bola serta menemukan dan mengambil bola sendiri. Robot ini masih belum bisa berjalan, tetapi dapat bergerak dengan roda yang terpasang di setiap kakinya, yang merupakan cara yang bagus untuk menghindari panggilan perjalanan.
Toyota telah menetapkan tonggak sejarah bagi CUE dalam bentuk Rekor Dunia Guinness. Yang pertama adalah pada tahun 2019 ketika memperoleh Lemparan Bebas Bola Basket Terbanyak Berturut-turut oleh Robot Humanoid sebanyak 2.020, angka yang akhirnya mereka hentikan karena sudah mulai membosankan. Rekor kedua adalah rekor yang baru-baru ini mereka peroleh yaitu Lemparan Bola Basket Terjauh oleh Robot Humanoid sejauh 24,55 meter (80 kaki dan 6 inci). Tujuan CUE adalah membuatnya bergerak dengan cara yang sama seperti manusia. Jadi, daripada hanya memiliki meriam basket, ia harus menggunakan lengan, punggung, dan kakinya untuk melakukan tembakan seperti manusia.
Robot CUE juga berpikir bebas karena dapat beradaptasi dengan kondisi lingkungan dan jika ia gagal melakukan tembakan, ia dapat secara mandiri menyesuaikan dan menganalisis kelainan apa pun yang menyebabkannya. Misalnya, saat melakukan tembakan terjauh, robot itu sendiri yang menentukan bentuk terbaik untuk digunakan. Namun, pada percobaan pertamanya, robot itu gagal memasukkan bola. Kemunduran ini memerlukan beberapa penyesuaian sederhana (untuk CUE) dan tembakan kedua tidak berhasil sama sekali.
Tantangan terakhir bagi CUE kemungkinan besar adalah membuatnya benar-benar bipedal dan kemudian mengajarinya untuk menggumamkan kata-kata kotor dengan pelan ketika wasit tidak menyatakan pelanggaran. Mungkin mereka bisa mendapatkan bantuan dari robot parkour yang terus dipukul orang dengan tongkat, dan kita bisa selangkah lebih dekat ke masa depan yang dibayangkan dalam Combat Basketball karya Bill Laimbeer.
Tokyo Terapkan Empat Hari Kerja untuk Tingkatkan Kelahiran
Kebijakan empat hari kerja yang mulai diterapkan di Tokyo pada April mendatang merupakan upaya penting untuk mendukung keluarga dan mengurangi beban kerja orang tua di Jepang. Pemerintah Metropolitan Tokyo berencana memberlakukan sistem kerja empat hari seminggu bagi lebih dari 160.000 pegawai negeri, memberikan tiga hari libur setiap minggu. Kebijakan ini diharapkan dapat membantu mengatasi masalah penurunan angka kelahiran di Jepang yang semakin mengkhawatirkan. Gubernur Tokyo, Yuriko Koike, menekankan bahwa tujuan utama dari kebijakan ini adalah menciptakan lingkungan kerja yang fleksibel, sehingga perempuan tidak perlu memilih antara karier dan kehidupan keluarga.
Koike juga menyatakan, “Kami akan terus meninjau gaya kerja untuk memastikan bahwa perempuan tidak harus mengorbankan karier mereka karena peristiwa kehidupan seperti melahirkan atau mengasuh anak.” Melalui kebijakan ini, diharapkan perempuan dapat tetap berkarier sambil merawat keluarga, tanpa harus menghadapi beban yang berlebihan. Kebijakan ini merupakan bagian dari upaya untuk menciptakan keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi, yang sangat dibutuhkan dalam masyarakat Jepang yang semakin terdesak oleh masalah demografi.
Selain memperkenalkan minggu kerja yang lebih pendek, pemerintah Tokyo juga memberikan opsi bagi pegawai negeri yang memiliki anak di kelas satu hingga tiga sekolah dasar untuk mempersingkat jam kerja mereka hingga dua jam per hari. Meskipun pengurangan jam kerja ini dapat mempengaruhi gaji mereka, kebijakan tersebut memberi kesempatan bagi orang tua untuk lebih banyak menghabiskan waktu dengan keluarga tanpa harus meninggalkan pekerjaan sepenuhnya. Dengan cara ini, orang tua, terutama ibu bekerja, dapat merasakan manfaat yang lebih besar dalam hal waktu bersama anak-anak mereka, yang diharapkan dapat mengurangi tekanan dalam mengasuh anak.
Jepang menghadapi krisis demografis yang semakin mendalam, dengan tingkat kesuburan yang terus menurun. Pada 2023, angka kesuburan Jepang tercatat hanya 1,2, jauh di bawah tingkat penggantian populasi global yang seharusnya 2,1. Selain itu, jumlah kelahiran pun terus menurun, dengan hanya 758.631 bayi yang lahir pada tahun lalu, mencatatkan penurunan selama delapan tahun berturut-turut. Hal ini membuat para pemimpin Jepang, termasuk mantan Perdana Menteri Fumio Kishida, menganggap krisis ini sebagai masalah terbesar yang dihadapi negara tersebut.
Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah Jepang telah mengalokasikan dana besar untuk berbagai program yang mendukung keluarga, seperti memperluas layanan penitipan anak, mempromosikan pembekuan sel telur, dan bahkan mengembangkan aplikasi kencan untuk mencocokkan pasangan berdasarkan pendapatan dan keinginan untuk menikah. Meskipun demikian, kebijakan-kebijakan tersebut belum cukup untuk membalikkan tren penurunan angka kelahiran secara signifikan, sehingga langkah-langkah lebih besar, seperti kebijakan empat hari kerja ini, mulai diperkenalkan untuk memberikan dorongan tambahan.
Di kawasan Asia Timur, Jepang bukanlah satu-satunya negara yang menghadapi krisis angka kelahiran yang rendah. Negara tetangga Korea Selatan juga telah menawarkan berbagai insentif finansial kepada pasangan baru dan bahkan memberikan subsidi untuk membalikkan vasektomi. Program-program ini merupakan bagian dari upaya yang lebih luas untuk menstabilkan angka kelahiran di kawasan ini. Kebijakan empat hari kerja yang diterapkan di Tokyo menjadi salah satu langkah paling ambisius yang diambil untuk mendukung keluarga. Dengan memberikan lebih banyak waktu untuk keluarga, diharapkan langkah ini dapat meringankan beban orang tua dan menciptakan lingkungan yang lebih kondusif bagi keluarga muda untuk memiliki lebih banyak anak. Apakah kebijakan ini cukup untuk membalikkan tren penurunan angka kelahiran Jepang? Hanya waktu yang akan menjawab, namun kebijakan ini jelas merupakan langkah signifikan menuju keseimbangan yang lebih baik antara kehidupan kerja dan keluarga.
Wayang Desa Timun: Hiburan Anak Jepang dari Indonesia
Tokyo Kembali Suguhkan Kejutan Budaya di Festival Film Internasional KINEKO dengan Aniwayang Desa Timun dari Indonesia. Kisah Cila, Cili, dan Cilo dalam Aniwayang Desa Timun yang Membawa Seni Wayang Indonesia ke Hati Anak-anak Jepang.
Festival Film Internasional KINEKO di Tokyo kembali menyuguhkan pengalaman budaya yang menarik bagi anak-anak Jepang. Pada edisi tahun ini, salah satu bintang utama yang tampil mencuri perhatian adalah "Aniwayang Desa Timun", sebuah animasi unik asal Indonesia. Mengusung cerita petualangan yang penuh keceriaan, film ini berhasil memukau penonton muda Jepang dengan menyajikan kisah yang kaya akan nilai-nilai persahabatan dan keindahan budaya Indonesia, khususnya yang berasal dari desa-desa tradisional.
Aniwayang Desa Timun bukanlah animasi biasa. Film ini merupakan karya inovatif yang menggabungkan seni tradisional wayang kulit Indonesia dengan teknologi animasi modern. Diproduksi oleh Daud Nugraha, animasi ini menjadi yang pertama di Indonesia yang memanfaatkan teknik wayang kulit dalam bentuk animasi digital. Dengan sentuhan kreatif ini, karakter-karakter seperti Cila, Cili, dan Cilo, tiga anak yang energik dan penuh rasa ingin tahu, membawa penonton berkeliling desa sambil belajar tentang nilai-nilai persahabatan, keberanian, dan kehidupan sederhana yang penuh kebahagiaan.
Yang membuat Aniwayang Desa Timun semakin menarik adalah pendekatan multikultural yang dihadirkan dalam festival tersebut. Selama penayangan film di KINEKO, film ini menggunakan sulih suara (dubbing) langsung oleh seiyuu Jepang, memungkinkan penonton muda Jepang untuk merasakan kedekatan emosional dengan cerita yang disampaikan. Dengan dialog yang disesuaikan dan nuansa lokal yang dihadirkan, anak-anak Jepang dapat lebih mudah mengidentifikasi diri dengan karakter-karakter dalam cerita, meskipun berasal dari budaya yang berbeda.
Keunikan film ini tidak hanya terletak pada teknik pembuatan animasi yang menggabungkan tradisi dan teknologi, tetapi juga pada pesan budaya yang dibawanya. Wayang kulit sendiri adalah seni pertunjukan yang sudah berusia ratusan tahun, dan meskipun pada umumnya dipandang sebagai warisan budaya yang lebih tua, Aniwayang Desa Timun menunjukkan bahwa seni tradisional dapat terus berkembang dan tetap relevan dengan zaman. Penyajian yang segar dan inovatif ini berhasil menarik minat anak-anak Jepang, menunjukkan bahwa budaya Indonesia, meskipun asing, tetap bisa diterima dengan antusiasme tinggi di negara yang sangat berbeda budaya.
Respon positif dari penonton KINEKO semakin menguatkan keyakinan bahwa seni tradisional bisa menembus batas-batas budaya dan zaman. Banyak penonton muda Jepang yang mengungkapkan betapa mereka menikmati film ini, baik dari segi cerita yang menarik maupun dari nilai-nilai moral yang disampaikan. Film ini tidak hanya menghibur, tetapi juga memperkenalkan mereka pada dunia yang berbeda, di mana mereka bisa belajar tentang cara hidup dan nilai-nilai masyarakat Indonesia melalui media yang mereka sukai, yaitu animasi.
Festival KINEKO, yang memang bertujuan untuk memperkenalkan karya-karya internasional kepada generasi muda, kembali menunjukkan relevansi seni dan budaya dalam konteks global. Aniwayang Desa Timun adalah contoh bagaimana film dan animasi dapat menjadi jembatan lintas budaya, menghubungkan anak-anak Jepang dengan tradisi Indonesia dengan cara yang menyenangkan dan edukatif. Ini adalah langkah besar dalam memperkenalkan kekayaan budaya Indonesia ke dunia, terutama kepada generasi muda, yang kelak akan menjadi penjaga warisan budaya global yang lebih inklusif dan beragam.
Fasilitas Tidur Siang Di SD Jepang
Mendapatkan tidur yang cukup sangat penting untuk kesehatan yang baik, namun para komentator merasa ragu bahwa penggunaan "tempat tidur berdiri" di sekolah dasar Jepang adalah cara terbaik untuk mencapainya. Tidur siang di prasekolah merupakan hal yang biasa, tetapi hal itu menghilang begitu anak-anak memasuki sekolah dasar. Oleh karena itu, ketika sebuah sekolah dasar di Jepang menyediakan tempat bagi anak-anak untuk tidur siang, ini tampak sebagai perhatian yang baik terhadap kesejahteraan siswa. Namun, konsep tempat tidur ini yang disebut "tachine", atau "tempat tidur berdiri" justru menimbulkan keraguan.
Desain tempat tidur ini, yang pertama kali diperkenalkan oleh Koyoju Plywood Corporation, tampaknya cukup aneh. Tempat tidur ini lebih mirip sebuah kotak berdiri, dengan kompartemen kecil yang cukup untuk satu orang duduk bersandar pada bantalan di kepala, punggung, dan tulang kering mereka. Posisi ini dimaksudkan agar orang tetap tegak meskipun tertidur tanpa sadar. Konsep tempat tidur ini, yang awalnya dibuat untuk pekerja kantor yang membutuhkan tempat tidur siang, kini dipakai di sekolah dasar sebagai bagian dari kurikulum kesehatan yang baru diterapkan, yang berfokus pada pentingnya tidur yang cukup.
Namun, meskipun niatnya baik, banyak orang yang meragukan efektivitas dan kenyamanan dari tempat tidur berdiri ini. Beberapa orang merasa bahwa posisi tidur seperti itu bisa membahayakan kesehatan, terutama untuk anak-anak. Beberapa komentar daring menyebutkan bahwa tubuh manusia tidak dirancang untuk tidur dalam posisi tegak, dan ada kekhawatiran mengenai risiko kesehatan jangka panjang, seperti masalah tulang belakang. Selain itu, ada yang merasa takut terjebak dalam kompartemen kecil tersebut.
Selain itu, ada juga yang berpendapat bahwa daripada memaksa anak-anak untuk tidur dalam posisi tidak alami, seharusnya lebih fokus pada menciptakan masyarakat di mana tidur siang tidak lagi dianggap aneh, atau bahkan mengurangi beban kerja yang membuat anak-anak kelelahan. Beberapa orang berpendapat bahwa anak-anak seharusnya tidur di meja mereka jika merasa lelah, seperti yang banyak dilakukan siswa di sekolah-sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya, masalah utama adalah menciptakan waktu tidur yang cukup bagi anak-anak di tengah jadwal sekolah yang padat.
Yoshito Nohara, direktur Koyoju, yang mendesain tempat tidur ini, menjelaskan bahwa tidur dengan posisi tegak dapat meningkatkan kecepatan pemulihan dan produktivitas. Ia berharap bahwa dengan mengenalkan tidur siang sebagai kebiasaan sejak dini, anak-anak akan tumbuh menjadi orang dewasa yang lebih menghargai tidur siang dan menjadikannya bagian dari kehidupan sehari-hari. Namun, apakah tujuan ini tercapai masih menjadi tanda tanya, mengingat banyaknya kritik yang dilontarkan.
Keberadaan bilik tidur siang di sekolah, yang akan ada hingga Februari, setidaknya memberi anak-anak kesempatan untuk tidur lebih banyak daripada tidak adanya fasilitas sama sekali. Namun, masih belum jelas apakah tempat tidur ini akan tersedia secara teratur untuk siswa, atau hanya pada acara khusus terkait pelajaran kesehatan. Sementara itu, mungkin lebih penting untuk memastikan bahwa anak-anak mendapatkan cukup tidur secara keseluruhan, melalui penyesuaian kurikulum dan waktu tidur yang lebih baik, daripada sekadar menyediakan tempat tidur berdiri yang kontroversial ini.