
Image by Google (Matcha)
Dalam beberapa tahun terakhir, matcha telah meraih popularitas global sebagai makanan super yang lezat dan sehat. Wisatawan dari berbagai negara berbondong-bondong mengunjungi daerah penghasil matcha seperti Kyoto, Fukuoka, Kagoshima, dan Aichi. Namun, tingginya permintaan ini, ditambah dengan proses budidaya yang memakan waktu serta tantangan seperti kekurangan tenaga kerja pertanian, telah menyebabkan kelangkaan matcha. Pada tahun 2024, beberapa penjual bahkan menerapkan pembatasan pembelian atau kehabisan stok. Untuk mengatasi hal ini, sejumlah petani meningkatkan produksi tencha (daun teh yang menjadi bahan dasar matcha), tetapi tentu saja peningkatan pasokan ini membutuhkan waktu. Di tengah kondisi ini, penting untuk diingat bahwa Jepang memiliki kekayaan budaya teh yang jauh lebih luas dari sekadar matcha. Setiap daerah di Jepang memiliki tradisi teh unik yang mencerminkan sejarah dan identitas lokalnya. Dari teh hijau hingga wakocha (teh hitam Jepang), serta berbagai minuman tradisional berbasis teh lainnya, para penikmat teh dapat menemukan pengalaman cita rasa yang tak kalah istimewa. Bagi pelancong yang ingin menjelajahi sisi Jepang yang lebih otentik, teh-teh regional ini bisa menjadi pintu gerbang yang menarik.

Image by Google (Sanpin cha)

Image by Google (Bukubuku cha)
Di Okinawa, warisan budaya Kerajaan Ryukyu masih hidup dalam bentuk minuman teh tradisional seperti sanpin cha, teh melati hasil pengaruh perdagangan dengan Tiongkok. Teh ini mudah ditemukan di toko-toko lokal dan mesin penjual otomatis. Lebih unik lagi, ada bukubuku cha, teh berbusa yang dibuat dengan mengocok campuran teh (seperti sanpin cha), beras sangrai, dan air mineral. Sensasi menyeruput busa tebal yang menyentuh wajah menjadi bagian dari keseruan menikmati teh ini. Kafe-kafe di sekitar situs bersejarah seperti Kastil Shuri dan Jalan Tembikar Tsuboya menyajikan bukubuku cha sebagai daya tarik budaya sekaligus kuliner.

Image by Google (Kaga Bocha)

Image by Google (Batabata cha)
Menuju wilayah Chubu, Prefektur Ishikawa terkenal dengan Kaga bocha, teh batang panggang berkualitas tinggi yang dikenal karena aroma manis dan lembutnya. Teh ini bahkan pernah disajikan kepada Kaisar Hirohito. Sementara itu, Prefektur Toyama dan Niigata memperkenalkan batabata cha, teh fermentasi berbusa yang dikocok menggunakan pengocok bambu bercabang. Proses pembuatan teh ini menciptakan suara “batabata”, yang kemudian menjadi nama minuman tersebut. Batabata cha dapat dinikmati melalui pengalaman langsung di museum atau kafe lokal seperti di Kota Itoigawa dan Asahi.

Image by Google (Awa Bancha)
Dari wilayah utama menuju pulau Shikoku, Prefektur Tokushima menyimpan teh langka bernama Awa bancha. Teh ini dibuat dari daun teh liar yang difermentasi dan dijemur, menghasilkan cita rasa khas yang rendah kafein dan bervariasi tergantung wilayah produksinya. Kota Kamikatsu, yang dikenal sebagai “kota tanpa sampah,” menjadi salah satu pusat produksi Awa bancha. Wisatawan bisa membeli teh ini di toko-toko di sekitar Kota Tokushima, atau mengikuti tur komunitas di Kamikatsu untuk mengenal proses pembuatannya secara langsung. Di dekatnya,

Image by Google (Yuzu cha)
Prefektur Kochi juga terkenal sebagai penghasil buah yuzu dan minuman khas seperti yuzu cha, teh berbahan dasar selai yuzu yang menyegarkan. Selain teh-teh di atas, Jepang masih menyimpan berbagai minuman teh unik lainnya seperti goishicha dari Kochi, botebote cha dari Shimane, dan banyak lagi. Untuk menikmati teh-teh langka ini, pelancong perlu melangkah lebih jauh dari rute wisata populer. Menjelajahi komunitas lokal akan membuka akses ke kekayaan budaya dan rasa yang tidak bisa ditemukan di tempat lain. Dunia teh Jepang yang luas, aromatik, dan penuh kejutan menanti siapa pun yang bersedia menyeduh lebih dari sekadar secangkir matcha.